Drs. Tubiyono, M.Si Official Website

Surabaya — Hipotesis menyimpang atau dapat dikatakan “far-fetched hypothesis” yaitu sebuah kesimpulan berupa pernyataan hipotetis yang  jauh dari kebenaran. Hipotesis menyimpang tidak sulit ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk tujuan negatif, tujuan menjaga perasaan lawan tutur, maupun untuk mengacaukan jalan pikiran personal dan kolektif.
 
Hipotesis menyimpang dapat dimanifestasikan dalam komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal dapat dikenali dengan adanya untaian kata berupa kalimat pernyataan hipotetis seolah-olah rasional. Padahal tidak rasonal. Pernyataan hipotetis dapat ditemukan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara dapat juga terefleksi dalam karya seni seperti novel, cerita pendek, dan percakapan dalam drama (sinetron).
 
 
Ilustrasi pernyataan hipotetis dapat diberikan contoh dalam novel “Anak Bajang Menggiring Angin” karya Sindhunata (2021:22). Misalnya ketika tokoh Sukesi berkesimpulan bahwa Wisrawa akan jatuh cinta kepadanya sehingga dia menyatakan secara verbal, “Begawan, betapa mulia wajahmu seperti Batara Kamajaya setelah kau mewedarkan ‘Sastera Jendra’ kepadaku. Sudah kukatakan, siapa saja, tak puduli tua atau muda, akan menjadi kawan hidupku, bila ia dapat mewedarkan ‘Sastera Jendra’ kepadaku. Begawan, lihatlah aku mengaduh dari kesendirianku.”
 
Selain tokoh Sukesi, adalah tokoh Wisrawa dalam novel “Anak Bajang Menggiring Angin” karya Sindhunata (2021:24) juga membuat kesimpulan hipotetis menyimpang. Misalnya, Begawan Wisrawa menyimpulkan, “Sukesi, anakku Danaraja sudah mati karena belati-belati kaki kudaku. Roh-roh halus lari seperti kukus-kukus tak berapi, takut pada lentera hitam yang kubawa. Sukesi biarlah mereka menangis dalam kesedihannya. Marilah kita menghiasi bumi ini dengan percikan darahmu ketika kau merintih pada malam pertama kau besamaku. Lupakanlah, anakku Dabaraja, Sukesi!”
 
Dua pernyataan hipotetis verbal yang diungkapkan Sukesi dan Wisrawa tersebut merupakan hipotetis menyimpang karena tidak sesuai dengan empirik yang sebenarnya. Pernyataan yang disampaikan adalah palsu, kepura-puraan, jauh dari kebenaran fakta di lapangan. Dengan kata lain, pernyataan keduanya ibarat jaring-jaring menuju kehinaan berbalut keindahan duniawi. (Tubiyono, 27/5/24)