KONSTRUKSI SDM BERKARAKTER NILAI-NILAI YANG TERDAPAT PADA EXPOSE POSTER DI PPKK UNIVERSITAS AIRLANGGA
Makalah ini dipresentasikan pada Seminar nasional di Universitas Sarjana Wiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta, 21 Januari 2012, oleh Tubiyono, FIB Universitas Airlangga.
Abstrak
Sumber daya manusia (SDM) yang berkarakter sangat diperlukan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan berbudaya untuk masa depan. Masa depan sangat dipengaruhi bahkan ditentukan oleh perilaku (etiquette) sebagai manifestasi nilai (value) yang dipahami saat ini. Sedangkan perilaku itu sendiri bukanlah suatu yang instan, melainkan suatu keadaan yang sangat relatif karena tergantung dinamika yang bersifat antropologis berkaitan dengan nilai-nilai kolektif dan berkolaborasi masalah ekonomi, politik, sosial, kultural, dan masalah lainnya. Dengan demikian, SDM berkarakter yang berorientasi nilai positif masa depan seperti yang termanifestasi dalam expose poster di PPKK Universitas Airlangga dapat dijadikan salah satu alternatif konstruksi SDM yang diinginkan. Dalam makalah ini, akan dideskripsikan jenis karakter positif SDM yang dibutuhkan untuk mengisi kesempatan atau peluang kerja di perusahaan masa depan sehingga dapat memberikan alternatif solusi dalam menghadapi ledakan jumlah penduduk yang terus bertambah. Selain itu, deskripsi dalam makalah ini dapat memberikan inspirasi bagi SDM masa depan yang ingin menciptakan peluang kerja (job creator).
Kata Kunci: konstruksi SDM, karakter, nilai, dan perilaku
Pendahuluan
Sebagai awal tulisan pendek ini perlu direnungkan sejenak betapa pentingnya media pendidikan sebagai upaya untuk mencerdaskan bangsa Indonesia tercinta sesuai dengan cita-cita atau visi bangsa ini yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Berkaitan dengan hal itu, Kompas (15 Desember, 2011)menurunkan sebuah “Tajuk Rencana” dengan judul “Pendidikan dan Budaya Unggul” sebagai refleksi akhir tahun 2011.Dikatakan dalam harian tersebut, ada sebagian masyarakat memberikan penilaian bahwa sistem pendidikan Indonesia kurang mampu menciptakan budaya unggul. Penilaian ini sebagai reaksi dan sekaligus gugatan terhadap kenyataan sehari-hari, lebih-lebih kalau melihat perilaku elit di panggung politik. Kiprah politisi lebih menghadirkan kegaduhan daripada sugesti untuk membangun budaya unggul, yang menekankan kerja keras, jujur disiplin, rasa tanggung jawab, rasa bersalah, saling menghormati dan menghargai. Sebagai refleksi darilemahnya budaya unggul terlihat jelas pula pada sikap melepas tanggung jawab, cenderung saling menyalahkan, tidak berani menghadapi risiko dan tantangan, menggrogoti sikap saling percaya, dan kehilangan kreasi serta inovasi.
Ekspresi lain dari rendahnya budaya unggul berupa mental menerabas, ingin cepat kaya dengan korupsi, bukan dengan kerja keras. Sudah menjadi kerisauan, termasuk sorotan dunia, tentang budaya korupsi yang sedang mengancam Indonesia. Jika korupsi terus merebak luas di tengah rendahnya budaya unggul, bangsa Indonesia akan kehilangan kemampuan dalam menghadapi tantangan kompetisi global yang semakin keras dan ketat. Indonesia dikhawatirkan akan ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang terusbergegas mengejar kemajuan.
Jikadiperhatikan dengan cermat hal-hal yang dideskripsikan di atas, maka munculah pemikiran-pemikiran alternatif supaya bangsa Indonesia cepat keluar dari budaya politik, ekonomi, dan hukum yang menghambat kemajuan. Oleh karena itu, makalah singkat ini menawarkan sebuah solusi untuk menjadikan bagsa Indonesia sebagai generasi berbudaya unggul memiliki kompetensi tinggi dan mampu berkompetisi pada tingkat nasional dan multinasional. Diperlukan sebuah kesadaran bahwa generasi berbudaya unggul tidak secara spontan (instan), tetapi perlu dikonstruksi dengan nilai-nilai positif antara lain yang termanifestsasi dalam expose poster di PPKK Universitas Airlangga.
Degradasi Nilai
Disadari atau tidak disadari kenyataannya bahwa sebagian elit penguasa bangsa Indonesia mengalami degradasi atau kehilangan orientasi nilai. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya pemujaan berlebihan terhadap budaya material yang ditopang oleh negara dengan sistem industrial-kapital. Hal ini dapat diamati dengan jelas apa yang terjadi di Timika, Papua yaitu adanya perusahaan multinasional PT Freeport Indonesia (FI) yang didukung oleh aparat keamanan. Masyarakat Papua termarginalkan baik ekonomi maupun sosial di daerah penghasil emas terbesar di dunia.(Kompas, 24 Desember 2011). Begitu pula apa yang terjadi di Mesuji, Provinsi Lampung, lidah menjadi kelu dan derai air mata bercucuran ketika menyaksikan tayangan tidak pantas yaitu kelompok bersenjata membantai rakyatnya (Tomagola, 2011) .Dua tempat yang berbeda , secara geografis bejauhan akan tetapi memiliki akar permasalahan yang hampir serupa yaitu adanya konflik antara perusahaan dan warga setempat dan perangkat negara berpihak pada perusahaan sehingga muncul kerusuhan yang terus-menerus.
Ilustrasi lain perlu dikemukakan di sini untuk menguatkan adanya degradasi nilai yaitu adanya kasus cek perjalanan pemilhan Deputi GubernurSenior Bank Indonesia,kasus suap pembangunan wisma atletSEA Games di Palembang,kasus praktik mafia anggaran di DPR, dan masih banyak lagi kasus lainnya. Fakta-fakta itu memperkuat bahwa sebagian elit negeri ini mengalami disorientasi nilai luhur seperti jujur,disiplin, bertanggung jawab, kerja keras, dan sebagainya.
Sampai saat ini, masyarakat terus bergerak maju, selalu berubah dengan cepat. Perubahan struktur ekonomi, struktur budaya bisnis, struktur keluarga, dan perubahan lainnya. Setiap perubahantersebuttelah dibentuk dan terus terbentuk sebagai konsekuensi logis adanya perubahan itu sendiri (Pam Schiller dan Tamera Bryant, 2002).Saat ini, perlu direnungkan sejenak untuk bekal pendidikan generasi sekarang yang akan berjuang dan berkompetisi pada masa depan (2020-2025) yang lebih berat. Hal ini perlu dilakukan agar generasi masa depan tidak mengalami disorientasi nilai sepertisebagian elit yang penguasa di indonesia saat ini.
Dardjowidjojo (2010)menyatakan bahwa masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari cenderung menyimpang dari nilai dan norma budaya dalam masyarakat. Hal-hal yang sederhana seperti kemacetan lalu lintas salah satunya disebabkan olehpengemudi yang menyimpang dari aturan yang ada. Hal yang senada terjadinya kursi-kursiDPR yang kosong saat sidang berlangsung. Keadaan seperti itu mencerminkan perilaku yang menyimpang daritanggung jawab wakil rakyat. Dikatakan pula bahwa penyimpangan juga terjadi pada aspek kebahasaan. Seolah-olah bangsa Indonesia berada dalam paradoks selalu dalam keadaan yangkontradiksi, terjadi penyimpangan nilai, norma, dan kaidah sosial budaya dalam semua aspek kehidupan. Dalam makalah ini tidak dibahas secara khusus masalah penyimpangan pemakaian bahasa atau pun kesalahan penggunaan bahasa dalam penulisan iklan lowongan kerja (Tubiyono, 2011).
Deskripsi dunia pendidikan , sebagian peserta didik, yang tidak benar karena mengalami disorintasi nilai budaya seperti santai, malas, dan suka menerabas. Sikap mental seperti ini dapat diamati pada para mahasiswa yang masuk peguruan tinggi yang tidak sungguh-sungguh mencari ilmu pengtahuan dan pengembangannya. Merekamau belajar ketika mau ujian dan targetnya mendapatkan ijazah entah bagaimana caranya.Sikap mental seperti inisebagai manifestasi kehilangan nilai budaya unggul (Sudarminta, 1990).
Degradasi nilai telah terjadi di tentah-tengah kehidupan masyarakat, budaya, dan negara yang menempatkan Pancasila sebagai dasarnya. Berkaitan dengan hal itu, tentunya sebgagai pendidik tidak ingin generasi berikutnyamewarisi nilai yang menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Pewarisan keadaan yang kacau dapat merugikan dirinya sendiri juga merugikan orang lain. Oleh karena itu, sebagai pendidikmemiliki tanggung jawab moral untuk mengkonstruksi generasi sebagai sumber daya maniusia (SDM) unggul yang dapat berperan dalam kompetisi yang ketat dan keras pada masa depan.
Belajar ke Negara Lain
Ada sebuah ungkapan “carilah ilmu walaupun sampai negeri Cina”. Akhir-akhir ini, Cina merupakan salah satu kekuatan ekonomi dan kekuatan militer dunia yang banyak diperhitungkanoleh banyak negara termasuk AmerikiaSerikat. Kekuatan ekonominya, Cina ditopang dengan kekuatan diplomasi perdagangan yang menyebar keberbagai kawasan tidak terkecuali negara-negara kawasan Assia Tenggara (ASEAN). Dengan kecerdikannya , Cina mampu mempersuasi ASEAN untuk melakukan penandatangan piagam perdagangan bebas yang dikenal dengan (ACFTA). Konsekuensi dari ACFTA itulah banyak produk lokal harus bersaing dengan produk impor dengan harga murah berkualitas. Akibatnya sebagian produk lokal tidak laku di pasaran karena kalah bersaing dengan produk impor. Cina bisa demikian maju karena salah satunya didukung oleh nilai etos kerja (keras) yang sangat tinggi.
Salah satu negara yang perlu dijadikan cermin dalam tulisan ini adalah KoreaSelatan,negara “ginseng”. Korea Selatan 50 tahun yang lalu adalah negara yang sangat miskin . Karena sangat miskinnya, anak-anak Korea Selatan, saat itu selalu berebutsabun dan permen karet dari tentara Amerika Serikat.Akan tetapi, saat ini KoreaSelatan bermetamorfose menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, termasuk dalam 15 negara di dunia dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. Rahasia Korea Selatan menjadi kekuatan ekonomi dunia adalah adanya sistem pendidikan yang unggul dan pendidik yang unggul pula. Hal itudisampaikan oleh Duta Besar Young-shim Dho (Kompas, 2011).Pendidkan yang memberi ruang peserta didik untuk inovatif dan kreatif sehingga menghasilkan riset unggulan yang dapat disinergikan dengan dunia industri. Pada cermin ini dapat dicari benang merahnya yaitu karakter inovatif, kreatif, dan kerja kerasyang mampu menyediakan SDM berkualitas dan mengangkat pertumbuhan ekonomi tinggi bagi rakyat Korea Selatan.
Pelajaran berharga dari dua negara tersebut adalah adanya kerja keras, inovatif, kreatif, motivasi tinggi, dan sebagainya. Sistem nilai dan etika dijunung tinggi, bukan mementingkan hasil akhir semata, melainkian sangat memperhatikan proses kreatifnya. Secarahistoris,nilai-nilai ketelitian,komitmen, loyalitas, kemandirian, inovatif, dan kreatif memberikan hasil nyata berupa penyembuhan polio,pendaratan manusia di bulan, kesuksesan transplantasi jantung, penemuan listirk, penemuan pinisilin dan penemuan telepon (Pam Schiller dan Tamera Bryant, 2002).
Selain berkacakepada kedua negaratersebut, perludiperhatikan hasil peneltian yang dikemukakan oleh Askari dan Rahman dalam Hidayat (2011) bahwa Indonesia termasuk urutan 140dalam penelitian yang bertema “How Islamic are Islamic Countries”. Padahal Indonesiaadalah negara yang penduduknyapaling besar beragama Islam, tetapi perilakunya tidak tecermin dalam birokrasi dan sosial. Tampaknya ada bagian yang hilang terkikis yaitu integritas atau akhlak yang muliasehingga menjadi bangsa yang krisis nilai dan krisisetika (nilai runtuh dan etika diabaikan) lihat (Kompas, 26 November 2011).
Nilai-Nilai pada Expose Poster di PPKK-UA
Dalam rangka membangun nilai baru, perlu mencari sumber alternatif lain atau mengaktualisasikan kembali nilai yang hampir punah. Salah satu sumber niilai yang dicobauntuk dikemukakan adalah nilai-nilai yang terdapat pada expose poster di PPKK-Universitas Airlangga. Secaragaris besar nilai yang isinya sama dengan poster-poster yang ada di lembaga pendidikan tinggi lainnya. Poster-poster dari perusahaan nasional dan multinasioanl biasanya juga dikirimkan ke perguruan tinggi lain baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swata.
Pada dasarnya isi poster yang berupa lowongan kerja dari perusahaan nasional dan perusahaan multinasional di PPKK Univrsitas Airlangga dapat dibedakan menjadi dua jenis kualifikasi. Pertama, kualifikasi SDM yang tidak bisa dikonstruksi biasanya berbentuk fisik karena hal itu pemberian Tuhan, misalnya jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Ada perusahaan yang hanya membutuhkan laki-laki atau sebaliknya hanya membutuhkan perempuan karena semata-mata menyangkut jenis kegiatan/pekerjaan yang menuntut aktivitas tertentu.Memang ada sebagian perusahaan yang memanfaatkan jenis kelamin, utamanya perempuan, untuk dieksploitasi sedemikian rupa, misalnya dengan upah yang lebih murah daripada upah untuk pekerja laki-laki.
Kedua,kualifikasi yang dapat dikonstruksi oleh lingkungannya. Kualifikasi ini meliputi (1) kepemimpinan(leadership),(2) integritas,(3) jujur,(4) profesional, (5)bertanggung jawab,(6) kompetitif, (7) kreatif, (8) inovatif, (9) percaya diri (10) memiliki jaringan (networking), (11) motivasi tinggi, (12) mampu berkomunikasi secara personal, (13)mampu berkomunikasi secara interpersonal,(14)mampu mengoperasikan komputer dan internet, (15) mampu berbahasa Inggris,(16) mampubekerja dalam tim, (17) terbiasa bekerja keras, (18) kemampuan analisis berpikir, (19) terbiasa bekerjadalam target. (20) santun, (21) kerapian, (22) penampilan menarik, dan(23) berpengalaman. Konstruksi nilai-nilai tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan di sekolah sejak dini, tidak hanya ketika masuk di pendidikan tinggi. Oleh karena itu, peran guru pada tingkat dasar dan menengah sangat strategis untuk menginternalisasi nilai-milai tersebut. Sebagai ilustrasi bahwaseoranglulusan SMA yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris akan memiliki kesempatan lebih banyak untuk mendapatkan pekerjaan atau melanjutkan studi yang lebih tinggi (Tubiyono dan Novi Arianto, 2009).
Ke-23 nilai yang disimpulkan dari isi informasi lowongan kerja di PPKK Universitas Airlangga yang dijadikan orientasi pembentukan (konstruksi) karakter SDM masa depan. Nilai-nilai tersebutmemiliki kesesuaianvisi yang dikemukakan oleh Pam Schiller dan Tamera Bryant (2002) yaitu: (1) kepedulian dan empati, (2) kerja sama, (3) berani, (4) keteguhan hati dan komitmen, (5) adil, (6) suka menolong, (7) kejujuran dan integritas, (8) humor, (9) mandiri dan percaya diri, (10) loyalitas, (11) sabar, (12) rasa bangga, (13) banyak akal, (14) sikap respek,(15) tanggung jawab, dan tolerensi.Kualifikasi nilai yang terdapat pada expose poster di PPKK-UA dan dikemukakan Schiller merupakan wujud adanya universalisasi nilai yangdisponsori industri kapitalis (perusahaan multinasional). Univesalisasi nilai ini berpengaruh secara personal dan secara kolektif.
Secara personal dapat ditemukan seorang warga negara tertentu, termasuk Indonesia, menduduki jabatan-jabatan strategis lembaga internasional atau pun perusahaan multinasional. Personal yang terpilih tersebuttentu memiliki sejumlah nilai yang diterima secara universal. Sebaliknya, secarakolektif ditandai banyaknya lembaga atau pun perusahaanasing yang beroperasisecara lintas negara. Sebagai ilustrasi, khususnya di Indonesia banyak perusahaan asing yangberoperasi, misalnya rumah sakit,perusahaan tambang, lembaga keuangan (perbankan), dan lain-lain. Untuk mempersiapakan generasi masa depan yang unggul perlu dipahami adanya pemahaman secara simbolik, makna, dan sikap perilaku sehari-hari(Budiawan, 1994) agar dapat berperan di masa depanpada lembaga-lembaga internasional.
Secara simbolik,personal yang bekerjapada perusahaan multinasional memiliki penghargaan tinggi di dalam masyarakat.Hal itu disebabkan oleh personal yang bersangkutan memiliki nilai lebih daripada personal lainnya. Dengan bekerja pada perusahaan multinasional, seseorangakan merasa lebih daripada bekerja pada perusahaan lokal dan skala kecil.
Pemahamanpada wilayah makna adalah kemudahan. Yang dimasksud kemudahan di sini adalahketika seseorangbekerjapada perusahaan multinasioanal dan yang bersangkutan mengundurkan diri dari perusahaannya, maka ia akanmenemukan kemudahan untuk berusaha sendiri atau kalau bersediaberkarir pada perusahaan lain pasti banyak lembaga untuk menerimanya.
Sikap dan perilaku personal yangpernah bekerja pada perusahaan multinasional akan cenderungmeningkatkan dan menguatkan nilai-nilai positif universal.Sebaliknya, ia akan meninggalkan nilai-nilai buruk yang akan menghambat kemajuan bagi diri dan lingkungannya.
Internalisasi, Sosialisasi, dan Enkulturasi
Nilai-nilai yang telah dipahami dan disepakati dapat diintegrasikan melalui kegiatan belajar mengajar di dalam kelas (kurikuler) dan kegiatan di luar kelas (ekstra). Dengan model integrasi dalam semua bidang studi (pelajaran) secara tidak langsung sebagai manifestasi awal dalam proses internalisasi nilai baru. Internalisasi ini dipandang perlu untuk memberikan pengetahuan barubahwa nilai-milai seperti kepemimpinan, integritas, jujur,profesional, dan lain-lain (lihat kualifikasi 1 s.d 23) dapat dijadikan referensi peserta didik/mahasiswa dam berperilaku sehari-hari.
Niliai-nilai baru yang sudah diinternalisasi kepada peserta didik/mahasiswa perlu diimplementasikan secara nyata dalam prosesbelajar mengajar. Hal inilah yang dimaksud sosialisasi. Dengan demikian, nillai baru bukan lagi sebagai bentuk abstrak dalam angan-angan, pikiran,perasaan, cita-cita, melainkan mengambil bentuk perilaku nyata yang dapat diinderaolehsiapa saja. Proses sosial yang terus berlangsung akan melahirkan suatu kebiasaan yang berorientasi pada nilai-nilai yang ingin dikonstuksikannya.
Jikapeserta didik/mahasiswa telah memiliki kemampuan untuk menentukan nilai tertentu yang diberikan guru/dosen dengan kesadaran sendiri (timbul dari nuraninya), maka dalam dirinya terjadi proses enkulturasi atas nilai yang telah digariskannya. Proses ini merupakan pembudayaan dalam kehidupan nyata terwujud dalam perilaku di sekolah. Wujud ini dapat termanifestasi dalam bentuk verbal dan nonverbal pelaksanaan tugas sehari-hari siswa. Konsep ini akan berjalan lebih baik jika ada keselarasan antara pendidikan sekolah dan pendidikan keluarga. Pesertadidik tidak hanya mempraktikkan nilai-nilai tersebutketika di lingkungan sekolah, tetapi juga terwujud dalam lingkungan keluarga. Dengan kata lain, peserta didik/mahasiswa dapattumbuhdan berkembang sesuai dengan karakter/watak positif sebagai generasi yang siap berkompetisi pada tingkat nasional dan global. Selaindipraktikkan di lingkungan sekolah, nilai-nilai tersebut juga diaplikasikan oleh segenap elit negara dari eksekutif, legislatif, yudikatif, dan paraelit perusahaanswasta nasional dan perusahaan umum milik negara atau BUMN. Perilaku elit di negara Indonesiaberkarakter positif dan sistem manajemen birokrasi yang transparan, bersih, dan terukur memiliki pengaruhterhadapkonstruksi karakter peserta didik dan masyarakat pada umumnya.
EksternalisasiNilai
Pihak sekolah dan orang tua perlu bekerjasecara harmonis untuk memfilter nilai-nilai luar yang tidak sesuai dengan nilai, norma, dan etika mulia. Jika nilai-nilai yang berasal dari luar ini dan tidak ada keselarasan dengan nilai dan norma ketimuran, maka generasi penerus bangsa ini akan jatuh kepada nilai-nilai yang sangat ekstrimke kanan atau pun ke kiri.Pada akhirnya, sebagian generasi yang sudah terpengaruh nilai eksternal ini akan berperilakumenyimpang yang dapat merugikan keluarga dan masyarakat sekitar. Sebagai ilustrasi adanya gerakan NII (negara islam Indonesia) yang merekrut dari kalangan mahasiswa dari perguruan tinggi di Indonhesia , Illustrasi lain adalah adanya para remaja yang secara sadar dan terencana untuk melakukan perampokan dan disetai pemerkosaan seperti yang terjadi di Jakarta yang dilakukan olehpersonalyang berkategori remaja.
Tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan etika tadi dikarenakanadanya kekosongan nilai dalam diri personal peserta didik. Adanya kekosongan nilai tersebut dapat dimanfaatkan oleh personal yang tidak bertanggung jawab untuk membelokkan visi dan misi pendidikan orang tua dan pendidikan sekolah.Akibatnya, pesertadidik akan kehilangan pegangan nilai yang kuat untuk meniti kehidupan ke depan. Lebih lanjut, nilai-nilai eksternal ini tidak bisa dicegah karena membanjirnya arus informasi yang didukiung oleh perkembangan teknologi informasi melalui jaringan komputer, hand phone (HP), dan internet.
Sebaliknya, jika eksternalisaasi nilai positif, misalnya kemampuan mengoperasikankomputer dan internet,tidak masalah justeru akan meningkatkan daya saing secara personal dan kolektif dalam menghadapi kompetisi yang semakin ketat dan keras. Dengan demikian, eksternalisasi nilai akan terjadi dikarenakan belum pernah disosialisasi secara sempurna sehigga terbentukrealitas baru berdasarkan nilai tertentu
Penutup
Konstruksi SDM yang berkualitas ditandai oleh orientasi nilai positif universal akan memudahkan personal dan kolektif untuk ikut ambil bagian dan akhirnya muncul sebagai pemenangdalam kompetisi secaramultinasional. Perusahaanmultinasionalberbasis industri dan kapital lebih –lebihsetelh masuk pada perkembangan posmodernberbasis kemandirian, inovatif, kreatif, aktif, berani dan nilai-nilai positif lainnya. Karena pada seperti itumanajemen informasi menjadi sangat penting.Oleh karena itu, penguasaan teknologi komputer dan internet tidak bisa ditunda lagi.
Hal yang sangat penting yang perlu dilakukan adalah tidak perlu menunggu instruksi dari atas, pemerintah pusat dan daerah, tetapi atas inisiatif pesonal untuk menggerakkan dinamika perubahan dalam rangka mengkonstruksi SDM yang unggul yang memiliki nilai positif , memiliki sikap positif, dan perilaku positif pula. Peran guru/dosen sangat strategis untuk memberikan arah dan pendampingan siswa/mahasiswa dalam pemetaan, perencanaan, dan pelaksanaannya. Berkaitan dengan hal itu, gagasan Mochtar Buchori dalam Sudaminta (1990) masih relevan untuk dikemukakan dalam penutup makalah ini. Dalam sistem pendidikan,guru dituntut untuk memiliki tiga kemampuan dalam mengkonstruksinilai positif. Pertama, kemampuan untuk mengetahui pola-pola perubahan dan kecenderungan yang sedang berjalan. Kedua, kemampuan untuk menyusun gambaran tentang dampak yang akan ditimbulkan oleh kecenderungan-kecenderungan yangsedangberjalan.Ketiga, kemampuan untuk menyusun program-program penyesuaiandiri yang akan ditempuhnya dalam jangka waktu tertentu katakanlah jangka lima tahun.
Daftar Pustaka
Budiawan. 1994. “Kapitalisme Global, Kebudayaan, dan Spiritualitas Baru” dalam Basis XLIII,
No. 10. Oktober 1994.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2010.“Bahasa dan Pola Berfikir Bangsa Kita” dalam Linguistik
IndonesiaJurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia. Tahun ke-28, nomor 2,
Agustus 2010.
Hidaqyat, Komaruddin. 2011. “Keislaman Indonesia” Kompas. 5 November 2011.
Kompas, 2011. “Sistem Nilai Runtuh dan Etika Diabaikan” 26 November 2011
Kompas. 2011. “Pendidikan dan Budaya unggul” 15 Desember 2011.
Kompas. 2011. “Dulu Berebut Sabun dan Permen Karet” 16 Desember 2011.
Kompas, 2011. “Potret Ham Penegakan Ham Tak Beri Insentif Politik” 24 Desember 2011.
Pam Schiller dan Tamera Bryant. 2002. The Value Book for Children, 16 Moral Dasar
bagi Anak. Terjemahan Susi Sensusi. Jakarta Elex Media Komputindo: Jakarta.
Sudarminta, J. 1990. “Pendidikan dan Transformasi Budaya di Indonesia” dalam Basis. XXXIX,
No.1, Januari 1990
Tomagola, Tamrin Amal. 2011. “Negara Centeng” Kompas. 20 Desember 2011.
Tubiyono dan Novi Arianto. 2009. “The Competence of Mastering Regional Language,
Nasional Language, and ForeingLanguage for Senior High School Student to Get an
Appropriate Job in the Future” makalah Seminar Internasional PELANTRA, Univrsitas
PGRI Adi Buana Surabaya. Juni, 2009.
Tubiyono. 2011. “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Expose Poster di PPKK-UA” makalah seminar
nasional Linguistik dan Sastra Dahulu, Sekarang, dan Akan DatangProgram Studi SastraInggris,
Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura. ITS Ptrss: Surabaya.