“Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”
Saya ingat slogan itu ketika membaca buku berjudul “Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusuma Atmadja” yang disusun oleh Nina Pane 2015. Betapa pentingnya kata sebagai mantera dalam kehidupan sehari-hari-hari. Dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik kata dapat dipakai untuk transforming, labeling, naming, dan sebagainya.
Berdasarkan penggunaan kata dapat mentransformasikan konsep yang haram menjadi halal dan sebaliknya. Perubahan konsep haram menjadi halal dapat diilustrasikan hubungan laki dan perempuan yang bukan muhrim adalah haram. Akan tetapi, apabila laki-laki sudah melisankan dengan kata-kata yang disebut ijab qobul di depan penghulu, maka hubungan laki dan perempuan secara sah sebagai suami isteri sehingga berubah menjadi halal.
Penggunaan kata dalam lingkup keluarga memiliki efek secara psikologis. Hal inilah yang dimaksud dengan kuasa kata salah satunya dapat berupa labeling. Kata-kata negatif yang disampaikan kepada anak akan terekam atau terpatri dalam waktu yang relatif lama. Anak yang sering dikatakan malas atau bodoh, cenderung menjadi anak yang pasif, kurang kreatif, tidak bersemangat, bahkan dapat menjadi pribadi yang kurang percaya diri. Konsep ini bisa berlaku juga dalam lingkup lebih luas yaitu lingkungan sosial, budaya, dan politik.
Selain itu, kata sebagai naming, penamaan atas suatu hal, mengandung harapan, cita-cita, keinginan supaya menjadi kenyataan. Dapat dikatakan bahwa kata sebagai nama adalah doa. Oleh karena itu, masyarakat budaya Jawa memberikan nama-nama anak seperti: Bejo, Slamet, Suharto, Sugiharto, dan lain-lain agar anaknya memiliki keberuntungan.
Selain itu, kata dapat dipakai untuk merumuskan hukum. Hukum merupakan salah satu kaidah sosial yang dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan untuk menjamin terciptanya penataan dan ketertiban dalam masyarakat. Hukum atau norma yang ditetapkan oleh pemerintah melalui undang-undang atau peraturan yang berlaku di suatu negara. Kaidah hukum ditujukan untuk mengatur hubungan antara individu dan masyarakat, serta memberikan sanksi bagi pelanggar aturan.
Sedangkan kaidah sosial merujuk pada aturan atau norma yang berlaku dalam masyarakat tanpa adanya implikasi hukum formal. Kaidah sosial diturunkan dari nilai-nilai, adat-istiadat, norma, dan kesepakatan yang berlaku dalam masyarakat. Pelanggaran kaidah sosial tidak melibatkan proses hukum, namun dapat mempengaruhi reputasi dan hubungan sosial seseorang di dalam masyarakat.
Berkaitan hal di atas “value” atau nilai etika menjadi sumber kekuatan dalam kehidupan budaya, sosial, dan negara. Jika dalam sebuah komunitas tidak ada nilai yang dijunjung tinggi, maka akan terjadi kondisi yang tidak kondusif. (Tubiyono)