PEMAKAIAN BAHASA DALAM CAMPURSARI:
SEBUAH TINJAUAN ANTROPOLINGUISTIK
Oleh Tubiyono1
Foriyani Subiyatningsih2
Abstrak
Campursari merupakan salah satu jenis lagu daerah (lokal) Jawa yang merupakan bagian lagu atau unsur pembentuk kekayaan budaya nasional.Budaya nasional yang terdiri atas keberagaman budaya lokal merupakan sebuah kekuatan jati diri bangsa di dalam percaturan politik, ekonomi, dan budaya internasional. Oleh karena itu, lagu daerah seperti campursari perlu mendapatkan perhatian dalam rangka pendidikan karakter bangsa yang akhir-akhir ini ditengarai mengalami degradasi rasa nasionalisme.Campursari yang merupakan aset lokal yang tak ternilai bagi kemajuan dan bangkitnya rasa nasionalisme keindonesiaan pada masa depan harus dilestarikan sebagai antisipasi ekspansi budaya global yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai dasar keindonesiaan. Untuk itulah tulisan singkat ini akan mencari jawaban atas masalah tanggapan atau respon masyarakat terhadap lagu campursari.
Pengantar
Campursari merupakan lagu daerah yang liriknya menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai variasinya (sesuai dengan dialek bahasa Jawa) dan instrumen musik yang digunakan didominasi instrumen musik tradisional Jawa, dikolaborasi dengan instrumen musik modern atau dari instrumen musik daerah lain. Dengan demikian lagu campursari memiliki potensi sebagai pembentuk multikultural, baik melalui ragam bahasa (dialek), jenis musik (keroncong, dangdut, bahkan musik rock), lintas etnik, maupun lintas generasi.
Campursari dapat dikatakan sebagai ciri khas (ikon) budaya Jawa yang ditandai dengan bahasa sebagai mediumnya dan jenis instrumen musiknya (dengan kolaborasi instrumen musik lain yang tetap tunduk pada instrumen tradisional Jawa). Campursari sebagai identitas kedaerahan Jawa merupakan hasil konstruksi diskursi, produksi wacana, dan cara tertentu dalam berbicara tentang lingkungan dunia di sekitarnya (Barker, 2005:14).
Dalam dinamika lagu campursari dipersepsi oleh sebagian penikmat sebagai lagu (musik) kelas menengah ke bawah dan kurang diminati oleh masyarakat kelas menengah atas (elite). Di samping itu, lagu campursari ditengarai lebih diminati oleh generasi tua daripada generasi muda. Untuk itulah, makalah singkat dengan judul “Pemakaian Bahasa dalam Campursari: Sebuah Tinjauan Antropolinguistik“ penting untuk dijadikan inspirasi kecil dalam rangka mencari solusi proses pembangkitan nasionalisme Indonesia melalui pewarisan nilai-nilai positif yang berupa kearifan lokal yang dapat dijadikan cermin bagi generasi muda penerus bangsa. Paparan berikut lebih memfokuskan medium (bahasa) yang dikonstruksi dalam syair (lagu) campursari sebagai evidensi untuk mempertegas bahwa lagu campursari tersebut merupakan manifestasi masyarakat kelas menengah ke bawah. Oleh karena itu, bahasan kebahasaan (linguistik) yang digunakan dalam tulisan ini tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan manusia (antropos) dan lingkungannya.