Akhir-akhir ini bahasa Indonesia menjadi perbincangan aktual secara nasional dan global. Secara nasional, ada dua tokoh publik yang saya perhatikan yaitu Rektor Unair, Prof. Dr. Mohammad Nasih, S.E., M.T., Ak. dan calon presiden (capres) Anies R. Baswedan.
Rektor Universitas Airlangga ketika memberikan sambutan pengukuhan lima guru besar Prof. Dr. Afif Nurul Hidayati, dr. Sp. D.V.E.; Prof. Dr. dr. Roedi Irawan, M.Kes.; Prof. Dr. Erwin Astha Triyono, Sp. PD.; Prof. Dr. Dra. Ni Wayan Sartini, M.Hum.; dan Prof. (H.C.UA) Dr. Carina Citra Dewi Joe, BSc.. MSc. Ph.D, 20 Desember 2023 memberikan pertanyaan retoris kepada publik. Secara retoris, pertanyaannya terkait dengan kata “istilah” berasal dari bahasa apa.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa kata “istilah“ bukan berasal dari bahasa Bali, kebetulan saat itu Prof. Dr. Ni Wayan Sartini, M.Hum. berasal dari Bali dan guru besar dari Program Studi Bahasa dan Sastera Indonesia. Akan tetapi, kata “istilah” berasal dari bahasa Arab, tutur Prof. Dr. Mohammad Nasih, S.E.; MT; AK.
Sedangkan Anies R. Baswedan, calon presiden 2024, menjelaskan bahasa Indonesia sejak 1928 sebagai salah satu tonggak sejarah perekat bangsa Indonesia yang berasal dari etnis berbeda, bahasa daerah berbeda, budaya berbeda. Tetapi, perbedaan-perbedaan itu dapat disatukan dengan bahasa. Dengan demikian, kata calon presiden nomor urut satu, bahasa Indoneisa sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Jadi, dengan satu bahasa bisa sangat efektif. Berbeda dengan negara Uni Eropa bahasa resminya ada 23 bahasa. Hal ini sering diungkapkan di berbaai tempat oleh Anies R . Baswedan ketika kampanye pilpres 2024.
Sisi lain, Rektor Unair juga mengapresiasi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional/ global. Hal ini disebabkan, sejak 20 November 2023, bahasa Indonesia naik kelas (posisi) lebih tinggi yaitu sebagai bahasa internasional di UNESCO, PBB. Semoga bangsa Indonesia ke depan bisa menjadi bangsa yang adil, Makmur, sejahtera, dan setara dengan bangsa lain yang sudah maju. (Tubiyono)